Minggu, 08 Juni 2008

1.3 Era Violet

Ksatria Eagerhind berdiri dengan tegar di depan serdadu-serdadu setianya. Dia, seorang ksatria maha tangguh dari Negeri RYE yang tiada tandingan di mana pun ia bertarung. Dia, seorang ksatria yang sanggup memimpin sepasukan tentara dan membawa mereka pada kemenangan mutlak. Dia, seorang ksatria yang pengabdiannya begitu teguh dan tidak pernah bergeming pada tawaran untuk membela pihak lain.

Terik matahari menusuk, tubuh Ksatria dan serdadu-serdadunya terasa terbakar. Ksatria Eagerhind tidak pernah setuju dengan proposal perang di siang bolong. Terlalu banyak kendala katanya. Mengurangi stamina, mengganggu konsentrasi, dan lebih utama lagi adalah menurutnya kekuatannya dan pasukannya tidak sehebat ketika malam tiba. Berperang di malam juga memungkinkan digunakannya berbagai macam strategi secara fokus.

Namun, apa daya. Perang harus dilakukan sekarang dan tidak bisa ditolak. Tiba-tiba saja Ksatira Eagerhind dan pasukannya diserang. Mau tidak mau ia harus melakukan serangan balik. Gelombang pertama serangan telah berlangsung beberapa jam lalu. Pasukan lawan yang rata-rata terdiri dari makhluk-makhluk hijau jelek itu telah menarik mundur. Namun, bukan berarti serangan juga mengendur. Ada kemungkinan bahwa mereka akan melakukan serangan gelombang kedua. Dengan jumlah pasukan yang berlipat tentunya.

Perang itu bakal datang dalam waktu dekat ini. Ksatria Eagerhind sudah merasakan aura kedatangan musuh. Beberapa saat lalu seekor elang terbang mengitari kamp mereka. Itu adalah burung pantau lawan. Bisa saja Ksatria Eagerhind memanah elang itu, dan membiarkan lawan tidak tahu kondisi mereka. Tapi, ia bukan tipe serdadu yang gentar. Ia biarkan lawan tahu kekuatan yang dimilikinya. Informasi apapun yang bakal dihantarkan elang itu ke tuannya tidak akan berpengaruh. Mereka akan melibas lawan tanpa ampun, berapapun jumlah mereka.

Ksatria Eagerhind menarik nafas panjang. Bau lawan sudah mendekat, ia bisa menciumnya. Mereka akan datang dari hutan di hadapan Ksatria dan serdadu-serdadunya. Ia menyahut, melolong seperti serigala betina memaki purnama. Pedang Arantara, pedang khusus untuk Ksatria tertinggi di Negeri RYE diangkatnya tinggi-tinggi ke udara. Serdadu-serdadunya menyambut sahutan, membuat tanah lapang itu dibahanakan oleh naluri tempur yang makin menggema. Darah akan segera mereka tumpahkan.

Seekor elang keluar dari hutan. Elang yang sama mengitari Ksatria Eagerhind dan serdadu-serdadunya tadi. Namun, kedatangan elang itu kini hanya mengisyaratkan kalau perang akan terjadi dalam hitungan detik. Tidak bisa dihindarkan. Sebuah pertanda yang menyenangkan bagi Ksatria Eagerhind. Saatnya menyudahi ini semua.

Ksatria Eagerhind mengarahkan mata pedangnya ke hutan. Serdadu-serdadunya menanggapi dengan memasang formasi siap serang. Mereka semerta-merta sigap dengan perisai dan pedang di tangan. Musuh pun terlihat makin jelas. Gerombolan makhluk-makhluk hijau bersenjata telah tiba. Mereka datang dengan jumlah tiga kali lipat lawan mereka. Pasukan Ksatria Eagerhind memang sulit untuk dikalahkan dengan jumlah yang sama. Bahkan ukuran pasukan dua kali lipat dari mereka tidak menjamin pasukan maut itu akan kalah.

Makhluk-makhluk hijau itu sudah sangat dekat. Pedang dan tombak sudah siap dilayangkan ke musuh-musuh mereka. Ksatria Eagerhind sendiri masih pada posisinya, berdiri dengan pedang mengarah ke hutan. Ketika akhirnya perang tidak bisa dihindari, ketika senjata berkilatan dan saling beradu, ia juga masih berada pada posisi yang sama. Bahkan ketika sambaran pedang menimpa tubuhnya, ia tetap diam saja. Serdadu-serdadu itu pun bergerak menyerang tanpa komando dari pemimpinnya yang masih mematung itu. Tanpa aksi dari Ksatria Eagerhind, kemahsyuran ia dan serdadu-serdadunya terancam hancur dalam waktu singkat.

“Pelacur!”

Wilma berteriak. Ia menekan-nekan tombol tetikus di tangannya keras-keras. Percuma, karakter jagoannya tidak bergerak sama sekali. Ia memaki sekali lagi dengan kata-kata yang terasa kurang enak keluar dari mulut perempuan seumur dia. Makian berlangsung berulang-ulang dengan variasi kata-kata kasar yang cukup wah. Tujuannya memang bukan untuk menghabiskan kosa kata sumpah serapah di kepala Wilma. Hanya lampiasan kekesalan sebelum akhirnya ia melempar papan kunci ke dinding dan membuatnya hancur.

“Aaaahhhhh”

Wilma menarik-narik rambutnya. Hal yang paling sering ia lakukan kalau ia kesal. Hal yang juga membuat ayahnya berharap andai saja anaknya terlahir gundul. Rambut baru kemudian tumbuh lebat di kulit kepalanya ketika Wilma sudah bisa mengatasi emosi berlebihannya.

“Nik, Ksatria gua kenapa?” Wilma menelpon temannya.

“Meneketempe, harusnya gua yang tanya ke situ. Lu log out gih, terus masuk lagi. Gila nih, anak-anak Pluit kenceng banget nyerangnya.”

”Nggak bisa Monyet! Kalau bisa udah dari tadi kali. Brenti total! Brengsek nih, gua rasa ada yang main-main sama karakter gua.”

“Cari aja siapa yang ngisengin, kerjain balik! Lu kan jago kalau soal begituan. Gua udah paling males sama anak sok jago yang belagak pamer bisa jadi hacker.”

“Kalau keyboard gua masih utuh mungkin bisa, Nik. Nanti deh, sekarang gua mau udahan dulu. Sialan nih, dibangunin pagi-pagi cuma buat dikerjain orang.”

“Wilma, sekarang sudah jam satu siang. Tadi lu dibangunin jam setengah dua belas. Pagi buat orang Hongkong kali ye. Ya udah, lu mandi dulu atau sarapan sekaligus makan siang. Gua lagi perang nih. Gloriae Vobiscum!”

“Gloriae Vobiscum!”

Tidak ada yang bisa dilakukan Wilma lagi. Monitor memperlihatkan karakternya dihabisi oleh makhluk-makhluk hijau itu tanpa bisa melawan. Ia mematikan komputernya. Ia merasa butuh rehat sebentar dari permainan maya yang belakangan ini seperti mendominasi hidupnya. Bahkan ia cuek saja meninggalkan sekolah demi permainan ini. Ayahnya kehilangan akal untuk membujuk anaknya melupakan permainan itu. Wilma terlalu keras kepala untuk dilawan.

Wilma membaringkan badannya di atas tempat tidur. Baru sejenak ia terlentang, bunyi kodok menganggu malas-malasannya. Bunyi pesan singkat di telpon genggamnya. Wilma tidak begitu berselera untuk membaca pesan tersebut. Bisa saja yang memberi pesan dengan tujuan mengejeknya. Apalagi karakter Ksatria sedang jadi bahan tertawaan sekarang.

Maafkan aku Wilma. Aku yang membuat Ksatriamu mematung. Bicaralah denganku sekarang. Tom.

Wilma membaca pesan singkat tersebut. Pesan dari orang yang mengganggu perangnya. Tapi, Wilma tidak menduga orang ini yang jadi penyebab Ksatrianya jadi tampak bodoh.. Tom bukan tipe orang yang melakukan segala sesuatu hanya demi iseng. Pasti ada tujuan di balik ini. Wilma perlu mencari tahu.

Wilma keluar dari kamarnya. Dilihat dari nomor pengirim, Tom kemungkinan ia memekai telpon. Ia pasti mengirim pesan dari internet, dan itu menyulitkan Wilma untuk membalas ke nomor itu. Tom tidak pernah mengirimkan nomor telponnya ke Wilma. Tom tahu banyak soal Wilma, tapi tidak sebaliknya. Setiap Wilma minta detil-detil tentang Tom, nomor telpon sebagai contoh, Tom selalu mengelak untuk memberikan. Wilma hanya memegang email Tom. Itu saja.

Wilma menuju kamar ayahnya. Ia mencabut kabel papan kunci di komputer ayahnya tanpa terlebih dulu minta ijin. Wilma lalu kembali ke kamarnya, lalu memasang peranti itu ke komputer prbadinya, menyalakan komputer, dan mengkoneksikan diri ke Tom. Tom hanya bisa dihubungi lewat pelayan pesan instan, instant messenger. Wilma butuh penjelasan Tom soal peristiwa tadi di Negeri RYE.

Fortressa > Tom, kamu online kan?

Tom_maT > Tidak terbantahkan.

Fortressa > Kenapa kamu merusak karakterku? Nggak lucu tau gak!

Tom_maT> Ada yang lebih besar dari sekadar permainan bodoh itu. Kalau perangmu tidak aku ganggu, aku khawatir kamu tidak mau berbicara denganku sekarang.


Permainan bodoh. Wilma sekarang merasa kesal. Membuat Ksatrianya dikerjai seperti tadi adalah satu hal, tapi mengejek permainan RYE adalah keterlaluan. Emosi Wilma sperti akan meledak. Ia mulai mengetik kata-kata, sebagian besar berisi makian, untuk Tom. Namun, sebelum ia sempat mengirimnya, Tom mengirim pesan lagi. Sebuah pesan yang membuat Wilma terhenyak. Ia mengurungkan diri memaki Tom. Selama ini Tom memang selalu bercerita kalau ia tertekan, namun ia tidak menyangka akan sejauh ini.

Tom_maT > Aku dalam bahaya. Semua yang aku khawatirkan sepertinya bakal jadi kenyataan. Wilma, kamu harus tolong aku.

Tidak ada komentar: